Subscribe:

Minggu, 26 Januari 2014

Outbond Pembekalan OSIS SMKN 1 Pandak

Teman- teman OSIS SMKN 1 Pandak tampak antusias mendengarkan petunjuk dari bang Jundy Makhsudien.











Sembari mendengarkan bang Jundy, ternyata ada beberapa teman yang sudah mempersiapkan amunisi untuk mengalahkan lawan mainnya nanti.











Pertempuran dimulai... Serbuu....
Disaat tim yang satu berusaha menyalakan lilin dan menjaga pertahanan, disitu pula tim lain berusaha membobol pertahanan dengan melemparkan amunisi pada tim lawan. Seruuu...









Wooow, ternyata ada pejuang dibalik backstage ya. Tugas mereka adalah menjaga api di luar area pertempuran agar tetap menyala. So, kalau api di lilin padam tinggal minta bantuan pejuang backstage ini.









Jreng...jreng... Akhirnya sang obor telah menyala. Berkat usaha para pejuang ini obor yang letaknya nun jauh di ujung bambu sana dapat menyala terang. Selamat...

Virus Ragu- Ragu


Sore kemarin ada sms masuk dari salah seorang teman di CDS Bantul. Ia bertanya pada saya apakah hari Ahad pagi saya ada waktu luang dan bersedia memandu kegiatan outbond dan pembekalan OSIS SMKN 1 Pandak. Tanpa berpikir panjang saya meng-iyakan pesan itu. Saya rasa saya punya banyak waktu luang pasca UAS semester ini, so kenapa tidak diisi dengan kegiatan positif. Dengan meng-iyakan pesan itu bukan berarti keragu- raguan tidak akan menghampiri. Nyatanya keraguan itu justru datang dengan membawa segerombolan alasan klasik yang hanya akan akan mengerdilkan niatan saya. Banyak sekali alasan yang tidak- tidak berkecamuk untuk memprofokasi diri saya agar membatalkan niatan saya. Mulai dari takut nyasar lah, nggak enak sama temen- temen karena udah jarang nongol lah, takut ada apa- apa di jalan lah, dan masih ada beberapa alasan nggak mutu lainnya.
Hari Ahad pagi akhirnya tiba juga. Selepas subuh rasanya keraguan itu kembali berkecamuk. Ada inisiatif untuk mencari barengan, tapi ada- ada saja pertimbangannya. Hmmm, tak mau dibuat pusing, akhirnya saya putuskan untuk kembali ke peraduan alias melanjutkan tidur. Jreng...jreng..., alhasil saya baru bangun lagi pukul 07.00 dan masih saja teringat dengan agenda Ahad pagi. Ego saya bilang," Kalau kamu nggak mau pergi- pergi ya nggak usah pergi. Daripada entar ada apa- apa di jalan dan kamu ngerasa nggak nyaman sendiri." But, hati nurani saya juga bilang," Ini amanah lho. Dan berhubungan dengan pertanggungjawaban di masa depan nanti (alias akhirat). Apa kamu mau jadi orang yang ingkar?! Engga kan?! Coba deh ajakin keponakan kamu buat nemenin sekaligus nyeneg- nyenengin dia buat jalan- jalan. Kamunya untung, ponakanmu seneng." Akhirnya saya putuskan untuk memenangkan hati nurani saya dan membulatkan niat untuk berangkat bersama keponakan tercinta.
Sesampainya di sana ternyata sudah ada beberapa teman yang sedang memandu adik- adik SMK memainkan games. Dan disana saya hanya bantu- bantu untuk menjadi sie dokumentasi. Walaupun tidak banyak hal yang bisa saya bantu, namun setidaknya dari kegiatan ini  saya mendapatkan percik semangat untuk kembali bergabung dengan kawan- kawan CDS. Berdakwah dan berkarya. Ternyata saya menemukan kembali spirit yang sempat padam di tengah- tengah dinamika kampus. Dan semoga moment ini bisa menjadi awal yang baik bagi saya untuk bangun dari tidur panjang dari dunia organisasi. Khususnya CDS Bantul. Sungguh skenario Allah sangat luar biasa. Saya tak habis pikir, betapa meruginya saya jika melewatkan agenda ini. Alhamdulillah Allah menuntun langkah kaki saya untuk tidak berhenti menjalankan roda dakwah. Meskipun awalnya sulit, jika kita mau mendengar hati nurani dan beraksi karena Allah, insyaallah semua akan berjalan dengan diiringi rahmat dan ridho-Nya. 

Sabtu, 25 Januari 2014

Aku, Kamu, dan Biru


IPK

Ritual enam bulanan bagi para mahasiswa telah terlewati. Ya, UAS telah usai sejak satu minggu yang lalu. Satu persatu nilai hasil belajar selama enam bulan telah muncul di portal akademik. Rasanya tak ingin berlama- lama menunggu nilai keluar, namun juga was- was untuk melihat nilai. Huft..., mau tak mau kita pun harus memberanikan diri menghadapi kenyataan. Dan apapun hasilnya harus mau menerima dengan lapang dada.
Jrenggg...jrenggg... Ya, Sebagian besar nilai sudah muncul. Antara lega dan kecewa berkolaborasi menghasilkan rasa yang sulit didefinisikan. Lega rasanya karena hasil yang sebelumnya diprediksikan akan berakhir dengan ujian ulang ternyata menjelma menjadi sebuah alfabet yang cantik. Bukan nilai yang sempurna memang. Tapi setidaknya tidak berakhir di ujian ulang. Dan kecewa datang kala teringat proses belajar yang belum bisa maksimal. 
Beragam peristiwa memang bagian dari skenario pembelajaran. Seharian ini trending topik di beranda facebook adalah hasil UAS. Ada sebagian teman yang menuliskan kekecewaan mereka di akun jarsos mereka. Ada pula yang bilang kalau nilai semester ini seperti merek sirup. Tapi tidak sedikit pula teman- teman yang menepis rasa kekecewaan mereka dengan saling memberikan suport via komentar facebook. Bahkan ada salah seorang teman yang menulis hal yang sangat indah berkaitan dengan fenomena nilai yang mirip merk sirup ini. Ia bilang bahwa IPK (indeks prestasi kumulatif) itu memang penting. Tapi lebih penting lagi 'Indeks Prestasi Keimanan'. Sebagus atau sesempurna apapun nilainya jika diperolehnya dengan cara yang salah, maka yang didapatkan hanya un-Berkah (alias tidak berkah).
Point pentig yang harus saya pelajari di sini adalah 'Belajar Bersyukur'. Meskipun IPK semester ini tidak sebaik semester kemarin, namun setidaknya sampai saat ini belum ada nilai yang mengindikasikan adanya ujian ulang ataupun mengulang kuliah di semester depan. Ya, apapun hasil finalnya nanti kita memang harus bersiap diri dan lebih lapang dada. Dan tentunya untuk mempersiapkan diri untuk berbenah di semester depan. Semangat...semangat...semangat... Aku & kamu pasti bisa... (^_^)/

Senin, 20 Januari 2014

Terimakasih Guruku



Pagiku cerahku
Matahari bersinar
Kugendong tas merahku di pundak

Selamat pagi semua
ku nantikan dirimu
di depan kelasmu
menantikan kami

Guruku tersayang
Guru tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku terimakasihku

Nyatanya diriku
Kadang buatmu marah
Namun segala maaf
Kau berikan

Senin, 13 Januari 2014

Turun Tangan

Hai, kawan...
Sejak beberapa hari lalu saya memikirkan sebuah inisiatif yang mungkin akan kalian sebut sebagai ide gila.
Saya ingin mengajak kalian melakukan suatu kegiatan di luar rutinitas kita.
Setiap kali saya melewati simpang empat Umbulharjo pada pukul 10an, disana pula saya sering menjumpai seorang bapak penjual koran yang menurut saya luarbiasa. Berbeda dengan penjual koran lainnya, ia selalu menjajakan koran- korannya di atas kursi roda buluk miliknya. Tangan kanannya dengan gesit membolak- balikkan roda kursi agar bisa menyusup di sela- sela pengguna jalan, sedangkan tangan kirinya berusaha memegang erat tumpukan koran yang sesekali ia letakkan di pangkuannya.Tak peduli panas terik, hujan badai, atau apapun itu rintangannya, ia selalu berusaha untuk menjalankan profesinya sebaik mungkin.
Oleh karena itu, saya ingin mengajak kalian untuk turun langsung ke jalan membantu bapak itu menjajakan korannya meskipun hanya sehari. Selain bisa meringankan pekerjaan sang bapak, harapannya kita juga bisa belajar ilmu hidup dengan pengalaman kita nanti. Belajar memposisikan diri menjadi orang dengan profesi yang seringkali dipandang sebelah mata. Belajar merasakan pahit getirnya orang tua mencari nafkah. Belajar merasakan betapa hidup memang harus diperjuangkan. Dan yang terpenting adalah belajar mensyukuri segala yang Tuhan beri pada kita.
Memang bukan hal besar yang bisa kita berikan. Namun, semoga usaha kecil nan sederhana kita ini setidaknya mampu melukiskan senyum semangat sang bapak. Serta mampu menumbuhkan keyakinan beliau bahwa masih banyak orang- orang yang peduli dan akan selalu membantunya.

Hidup di Raga yang Berbeda


Selamat pagi, harapan...

Pagi ini aku ingin mengutarakan keinginanku untuk mendonorkan mata dan organku.
Sudah beberapa tahun terakhir aku tertarik untuk mendaftarkan diri menjadi calon pendonor mata. Aku ingin bisa berbagi dengan siapapun. Aku ingin ketika aku telah tiada, apa yang ada pada diriku tetap dapat bermanfaat. Aku ingin ilmuku terus dapat diamalkan. Aku ingin mataku tetap bisa memandang indahnya semesta. Aku ingin jantungku tetap berdetak meskipun di tubuh yang berbeda. Aku ingin hatiku tetap hidup meskipun dalam raga yang tak sama. Aku ingin tulangku tetap bebas bergerak meski aku tak akan mampu mengikuti arahnya. Aku ingin segala yang ada pada diriku tetap hidup meskipu berada di raga yang berbeda. Aku ingin segala yang ada pada diriku dapat menolong sesama. 
Sekarang, aku masih menunggu waktu dan mencoba menggali informasi untuk mewujudkan keinginanku. Sembari mempersiapkan diri aku juga ingin menghiasi hidupku dengan amalan kebaikan. Agar mengalir darah yang menyejukkan bagi siapapun yang menerima organku nanti.
Teruntuk ibu, calon suami dan anak- anakku, bantu dan dukung aku mewujudkan keinginan ini...
Dengan penuh kasih Tuhan, aku berharap kita akan kembali dipersatukan di surga firdausy..

Berlayar


Saat kita telah memutuskan untuk berlayar, pastikan kita telah benar- benar tahu kemana arah dan tujuan kita, bagaimana cara kita mencapainya, dan dengan apa kita akan mencapainya.

Sabtu, 11 Januari 2014

You'll Find Someone Better In The Future ~ Untukmu yang berselimut kelabu


Selamat pagi, harapan...

Akhir- akhir ini kau seringkali menyembunyikan senyummu.
Matamu membengkak, hidungmu memerah, dan wajahmu tampak kusut.
Apakah kau baru saja menangis?
Apa yang kau tangisi?
Apa kau sedang kehilangan sesuatu ?
Apa sesuatu itu teramat berarti bagimu ?

(kau terus diam membisu)

Berulang kali aku bertanya padamu, "Apa kau baik- baik saja?"
Namun kau hanya menimpalinya dengan senyum tipis yang sangat berat.
Kau bilang, "Aku baik- baik saja."
Aku tak percaya kau baik- baik saja.
"Kau sedang putus cinta?"

Perlahan air matamu menetes.
Ya, kini aku tahu. Kau sedang putus cinta.

Kawanku...
Cobalah kau pandang semesta yang menghampar luas di depanmu.
Kau tahu? Semesta itu teramat sangat luas.
Kau tahu apa yang ada di sana?
Ya, disana tersimpan banyak sekali kejutan indah dari milyaran manusia.
Termasuk kejutan indah untukmu.
Apa kau akan melewatkannya begitu saja?
Ayolah, sambutlah ia dengan semangat baru.
Aku yakin saat kau menjelajah semesta nanti, aka kau temukan pengganti yang lebih baik atas kehilangan yang kau alami hari ini.
Kau akan menemukan senyum orang- orang yang mencintaimu.
Ayahmu, ibumu, keluargamu, sahabatmu, dan masih banyak lagi.
Dan tentu saja senyum seorang yang akan menyambutmu dengan penuh suka cita.
Ialah kekasihmu...Kekasih sejatimu...

Jumat, 10 Januari 2014

Nilai Dedikasi

Selamat malam, harapan...
Malam ini aku ingin sedikit bercerita tentang UAS.

UAS. Sebuah alasan klasik bagi sebagian orang untuk mengurangi aktivitasnya di luar agenda belajar.
" Anterin ke dokter yuk...!" | "Aduh...maaf ya. Aku nggak bisa. Aku mau belajar buat UAS besok."
" Dek, bantu ibu antar barang ke tempat budhe ya." | "Maaf, Bu. Kalau lain kali saja bagaimana? Saya sedang konsentrasi untuk UAS."
" Nduk, tolong antar kakak ke kantor ya." | "Emm, gimana ya? Saya baru masa UAS nih, kak."

Dan tadi sore tiba- tiba saja handpone saya berdering tanda SMS masuk. Sebelum membukanya saya sudah menduga kalau SMS itu dari kaka saya atau kalu tidak ya dari tetangga saya.
Dan setelah dibuka, rupanya dugaan kedua saya benar adanya. SMS yang masuk dari salah seorang tetangga saya. Isi pesannya kurang lebih beliau meminta bantuan pada saya untuk menemani putrinya belajar malam ini.
Ragu. Mau dijawab 'bisa' atau 'maaf, tidak bisa'. Pasalnya besok pagi saya akan menghadapi UAS dan harus mempersiapkannya. Namun, tanpa berpikir panjang saya mengiyakan permintaannya. Sudah saya putuskan untuk menyisihkan waktu saya untuk menemani belajar dek Rias (putri tetangga saya). Saya ingat akan sebuah pesan moral yang tersampaikan melalui buku Aanak- anak Angin karya seorang pengajar muda alumni Indonesia Mengajar. Yaitu tentang nilai- nilai dedikasi. Melihat semangat belajar di hari pertama dek Rias belajar bersama saya beberapa hari yang lalu, rasanya sangat sadis dan meruginya saya jika mensia-siakan semangat belajar yang sedang mekar-mekarnya. Saya tidak ingin kehilangan momen serta pengalaman berharga saya hanya demi memenagkan ego saya. "UAS bukanlah sebuah alasan untuk tidak berbuat kebaikan." ,Begitulah pesan yang disampaikan oleh seorang kawan saya via facebook.

  1. "Berdedikasi selalu memberikan kepuasan yang tak pernah bisa dibayar dengan uang. Tak pernah bisa ditakar dengan apa pun. Dedikasi datang dari dalam diri dan hanya kita sendiri yang mampu menimbangnya: sejauh mana kita memberikan hati sepenuhnya pada apa yang kita pilih dan jalani." ~ Anak Anak Angin ~

    Ya Rabbi, bimbinglah dan beri kemudahan bagiku untuk dapat memberikan persembahan terbaik bagi sesama. Aamiin..

Rabu, 08 Januari 2014

Pasti Bisa ^.^

Malam ini ditemani segelas kopi hangat aku ingin berusaha menjawab keresahanku.
Ya, sempat beberapa hari ini aku merasa hilang selera untuk berkawan dengan matematika. Padahal dua pekan kedepan aku harus memperjuangkan impianku di medan UAS. Kusadari sepenuhnya hilangnya selera itu karena aku belum mampu menemukan pola belajar yang menurutku menyenangkan. Sungguh, bukannya aku tak mau menahan lelahnya menuntut ilmu. Namun, dari sekian banyak proses belajar yang kujalani semester ini, rasanya belum ada seorang guru pun yang mampu menarik perhatianku. Belum ada sosok yang mampu mengubah persepsiku bahwa belajar itu menyenagkan, karena ilmu yang kita dapatkan akan kita abdikan untuk kehidupan di masa depan. Sejauh ini, sebagian besar guru yang kujumpai hanya mengajarkanku ilmu saja. Ya, hanya sebatas ilmu lima senti. Yang pol mentok hanya terhenti di otak kiri dan bermuara dengan IPK saja. Sungguh, bukan itu yang kumau. Selagi aku berstatus menjadi seorang mahasiswa, aku ingin memperkaya diriku dengan ilmu yang dikemudian hari dapat kubagikan pada anak didikku.
Hmm... Tapi tentu saja aku tak boleh terus menerus mengkambinghitamkan cara penyampaian guru sebagai penyebab menurunnya semangatku. Aku tahu, bahwa aku bukan lagi seorang anak kecil yang menggantungkan diri pada sang guru. Dan aku telah mampu menentukan mana yang baik ataupun tidak bagi diriku. Segala keputusan sepenuhnya ada di tanganku. Satu hal yang pasti dan harus kujalankan adalah "TERUS MAJU dan meyakini ada Allah yang akan selalu mengiringi langkahku."

Ya Rabbi, kuatkan langkahku untuk terus berjalan dan melaju untuk berusaha menyelami samudra ilmu-Mu.

Baiklah, malam ini akan kulanjutkan aktivitasku dengan berkawan bersama Kalkulus Integral. Dan semoga ujian esok hari akan lebih baik dari hari ini.
 (^.^)

Senin, 06 Januari 2014

Memurnikan Niat

Selamat malam, harapan...

Baru saja ponsel saya bergetar, tanda ada pesan masuk.
Saat dibuka ternyata pesan singkat itu dari salah seorang tetangga yang meminta bantuan untuk menemani putrinya belajar. Ya, sebelum- sebelumnya saya memang sering dimintai bantuan oleh beliau untuk membantu menemani belajar (ngeles) dek Rias, putrinya. Terutama pada waktu menjelang UTS ataupun UAS.
Sontak saya cukup kaget sekaligus senang. Kaget karena sekarang masih masa liburan. Dan tidak biasanya saya dimintai bantuan saat masa libur semester. Ditambah lagi dua pekan kedepan saya masih dalam masa UAS. Ya, UAS bagi saya adalah babak penentuan hasil belajar paling spektakuler setelah satu semester menjalani perkuliahan. Pasalnya pada masa-masa ini saya ingin 100% fokus pada persiapan UAS untuk mendongkrak nilai- nilai sebelumnya yang bisa dibilang masih belum cukup baik (menurut saya) karena tersibukkan oleh kegiatan di luar perkuliahan. Dan senangnya karena dengan begitu akan ada pemasukan finansial bagi saya sehingga bisa sedikit mengurangi beban ibu. Memang beberapa pekan terakhir kondisi keuangan sedang tidak setabil karena musim hujan menjadikan hasil penjualan es jus di rumah menurun. Sehingga, kami sekeluarga memang harus lebih prihatin agar kebutuhan pokok rumah tangga dapat terpenuhi. 
Namun saya jadi khawatir dengan niat saya mau menerima tawaran ngeles ini. Saya sangat takut jika niat utama saya justru hanya karena uang. Di sisi lain memang saya sedang membutuhkan pemasukan tambahan untuk keperluan kuliah. Padahal saya benar-benar ingin mengajar sebagai wujud pengabdian. Menjadi seorang pengajar muda adalah impian besar saya. Apa lagi yang bisa saya bagi untuk orang lain selain dengan ilmu ini, meskipun terbatas. Saya sangat berharap, semoga kepercayaan yang beliau (tetangga saya) berikan bisa menjadi sarana bagi saya untuk dapat belajar dan mempersiapkan diri menjadi seorang pengajar yang baik. 
Ya, Rabb... bantulah kami untuk memurnikan niat kami untuk mengabdi.

Kamis, 02 Januari 2014

Pagi dan Tulisan Tebal tentang Mimpiku

Selamat pagi, harapan...
Selamat pagi, mutiaraku...

Rasanya pagi ini adalah pagi yang istimewa. Dalam ketenangan sudut ruang belajarku, pagi ini rasanya jari jemariku sangat ingin menuliskan sebuah refleksi. Entahlah aku akan memulai dari mana karena rasanya ada banyak hal yang ingin kuceritakan di sini. Tapi karena aku harus memilih, baiklah akan kuputuskan bahwa pagi ini aku ingin menuliskan hal yang dapata me-recharge kembali semangatku.

Awal 2014. Sebuah moment yang tepat bagi sebagian orang untuk kembali melanjutkan misi- misi mereka dalam meraih apa yang telah dicita-citakan. Termasuk aku. Setelah beberapa bulan dirundung sebuah kegelisahan akan hilangnya sebuah ambisi dalam diriku, kini saatnya aku mulai memantapkan diri dengan pilihanku.
Bagiku menjadi seorang guru dan pendidik adalah sebuah cita- cita mulia dengan multi manfaat. Dan itu lah yang menjadi pilihanku. Kini aku telah masuk ke dalam zona yang benar- benar akan mencetakku menjadi seorang sarjana pendidikan. Ya, kini aku adalah seorang mahasisiwi fakultas pendidikan di sebuah perguruan tinggi di kotaku. Menjadi guru adalah bagian dari impianku. Sering aku bermimpi untuk menjadi seorang guru atau pengajar muda yang ditugaskan untuk medidik anak- anak di pelosok negeriku. Ketika banyak orang yang berlomba- lomba untuk memperebutkan kursi nyaman di sekolah perkotaan, namun aku ingin menjadi kaum minoritas di dalamnya. Bukan bererti aku tak ingin hidup enak. Naluri manusia adalah selalu ingin berada dalam zona nyamannya. Bukan berarti pula aku ingin keluar dari zona nyaman. Namun aku ingin memperluas zona nyamanku tanpa batas. Aku ingin menjadi apapun yang aku mau. Aku ingin seperti bunglon yang pandai menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dan aku ingin pula seperti mata air yang selalu bisa memberikan kemanfaatan bagi siapa saja.
Berbicara tentang PNS(pegawai negeri sipil), banyak sekali orang- orang yang mengidam-imdamkan untuk bisa duduk di posisi nyaman itu. Bahkan tak sedikit orang tua yang berharap dan menyarankan anak- anaknya agar bisa menjadi seorang PNS. Sebagai calon guru, jika telah tiba masanya aku memasuki zona karier, aku tak ingin menjadi orang yang namanya hanya memenuhi deretan daftar pegawai negeri sipil tanpa ada kontribusi yang bererti bagi pembangunan negeriku. Aku hanya ingin mengabdi danberbagi. Hanya itulah mimpi terbesarku. Tak peduli seberapa banyak pundi- pundi yang akan masuk ke kantongku. Satu hal yang aku yakini, selama kau mau berkarya dan berusaha memberikan kemanfaatan bagi banyak orang, maka Allah pun tak akan salah menempatkan rizki-ku. Karena bagiku hidup tak akan bermakna jika hanya terisi dengan gemerlap materi. Bagiku, hidup akan jauh lebih bermakna dan berkualitas ketika kita mau berbagi dengan sesama.
Ya, kini telah kutulis tebal apa yang menjadi mimpiku. Dan aku harus tahu apa yang harus kulakukan untuk memperjuangkannya. 
Aku harus rajin belajar. Belajar tentang banyak hal yang dapat membantuku menyelami samudra kehidupan di masa depan.
Aku harus belajar akademik. Untuk memperkaya khazanah ilmuku dan menjadi seorang guru yang bermutu dan profesional di bidangnya.
Aku harus belajar ilmu agama. Untuk memanduku menapaki gelombang rintangan agar aku tak terjatuh.
Aku harus belajar ilmu kehidupan. Untuk membantuku menjadi sebaik- baik manusia yang bermanfaat.
Aku harus belajar.
Aku harus belajar.

Rabu, 01 Januari 2014

Yang Selalu Terkenang

Masih ingatkah engkau saat pertama kali kita menghabiskan separuh malam dengan bersepeda menyusuri sepanjang jalan menuju rumahku? Kala itu kau bersikeras untuk menemani perjalanan pulangku. Kubilang padamu, "Tenang saja. Kau tak perlu khawatir padaku. Aku sudah terbiasa bersepeda sendiri." Kupikir kau akan percaya, namun kau bersikeras untuk mengawalkau hingga akhirnya kau benar- benar tak rela melepasku.
Perjalanan malam itu memang cukup melelahkan. Menerjang dinginnya angin malam sambil mengajakmu menyusuri gang- gang kecil di sudut kotaku. Aku tahu waktu itu kau sangat lelah. Mungkin karena kau tak terbisa berjalan jauh sepertiku. Saat tiba di rumah, aku hanya bisa menyuguhkanmu segelas teh hangat buatan ibuku. Tak tahu apa yang harus kubicarakan padamu waktu itu, karena bertemu denganmu adalah hal baru yang tak pernah kusangka sebelumnya. Ya, kala itu aku mencoba untuk tidak nampak kaku di depanmu. Tak ingin berlama- lama dalam kebisuan, akupun mengajakmu untuk kembali bersepeda menyusuri kampungku. Aku tahu mungkin ini akan cukup melelahkan, karena kau harus memboncengkanku lagi. Tapi lihat saja nanti, aku akan bertanggungjawab atas perbuatanku.
Berperan sebagai penumpang sekaligus penunjuk jalan, kuajak kau untuk menikmati suasana malam di pusat keramaian di desaku, sambil menikmati lezatnya nasi goreng kampung dan segelas es teh sebagai penghilang dahaga. Tanpa disadari, obrolan- obrolan hangat terucap begitu luwesnya seolah kita telah berteman lama. Kala itu kau bilang padaku, bahwa kau tak pernah menemukan orang seaneh diriku sebelumnya. Entahlah, apa maksudmu saat itu. Dan aku hanya bisa menimpalinya dengan senyum dan candaan yang kaku. Aku tak ingin terlalu besar kepala dengan intonasimu. Bagiku malam itu adalah malam terindah yang Tuhan anugerahkan kepadaku. Mengenal sosok sepertimu adalah hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Meskipun kedekatan itu tak bertahan lama, namun terimakasih telah menjadi warna pelangi di perjalananku.

Untukmu, yang akan selalu terkenang.

Outbond Pembekalan OSIS SMKN 1 Pandak

Teman- teman OSIS SMKN 1 Pandak tampak antusias mendengarkan petunjuk dari bang Jundy Makhsudien.











Sembari mendengarkan bang Jundy, ternyata ada beberapa teman yang sudah mempersiapkan amunisi untuk mengalahkan lawan mainnya nanti.











Pertempuran dimulai... Serbuu....
Disaat tim yang satu berusaha menyalakan lilin dan menjaga pertahanan, disitu pula tim lain berusaha membobol pertahanan dengan melemparkan amunisi pada tim lawan. Seruuu...









Wooow, ternyata ada pejuang dibalik backstage ya. Tugas mereka adalah menjaga api di luar area pertempuran agar tetap menyala. So, kalau api di lilin padam tinggal minta bantuan pejuang backstage ini.









Jreng...jreng... Akhirnya sang obor telah menyala. Berkat usaha para pejuang ini obor yang letaknya nun jauh di ujung bambu sana dapat menyala terang. Selamat...

Virus Ragu- Ragu


Sore kemarin ada sms masuk dari salah seorang teman di CDS Bantul. Ia bertanya pada saya apakah hari Ahad pagi saya ada waktu luang dan bersedia memandu kegiatan outbond dan pembekalan OSIS SMKN 1 Pandak. Tanpa berpikir panjang saya meng-iyakan pesan itu. Saya rasa saya punya banyak waktu luang pasca UAS semester ini, so kenapa tidak diisi dengan kegiatan positif. Dengan meng-iyakan pesan itu bukan berarti keragu- raguan tidak akan menghampiri. Nyatanya keraguan itu justru datang dengan membawa segerombolan alasan klasik yang hanya akan akan mengerdilkan niatan saya. Banyak sekali alasan yang tidak- tidak berkecamuk untuk memprofokasi diri saya agar membatalkan niatan saya. Mulai dari takut nyasar lah, nggak enak sama temen- temen karena udah jarang nongol lah, takut ada apa- apa di jalan lah, dan masih ada beberapa alasan nggak mutu lainnya.
Hari Ahad pagi akhirnya tiba juga. Selepas subuh rasanya keraguan itu kembali berkecamuk. Ada inisiatif untuk mencari barengan, tapi ada- ada saja pertimbangannya. Hmmm, tak mau dibuat pusing, akhirnya saya putuskan untuk kembali ke peraduan alias melanjutkan tidur. Jreng...jreng..., alhasil saya baru bangun lagi pukul 07.00 dan masih saja teringat dengan agenda Ahad pagi. Ego saya bilang," Kalau kamu nggak mau pergi- pergi ya nggak usah pergi. Daripada entar ada apa- apa di jalan dan kamu ngerasa nggak nyaman sendiri." But, hati nurani saya juga bilang," Ini amanah lho. Dan berhubungan dengan pertanggungjawaban di masa depan nanti (alias akhirat). Apa kamu mau jadi orang yang ingkar?! Engga kan?! Coba deh ajakin keponakan kamu buat nemenin sekaligus nyeneg- nyenengin dia buat jalan- jalan. Kamunya untung, ponakanmu seneng." Akhirnya saya putuskan untuk memenangkan hati nurani saya dan membulatkan niat untuk berangkat bersama keponakan tercinta.
Sesampainya di sana ternyata sudah ada beberapa teman yang sedang memandu adik- adik SMK memainkan games. Dan disana saya hanya bantu- bantu untuk menjadi sie dokumentasi. Walaupun tidak banyak hal yang bisa saya bantu, namun setidaknya dari kegiatan ini  saya mendapatkan percik semangat untuk kembali bergabung dengan kawan- kawan CDS. Berdakwah dan berkarya. Ternyata saya menemukan kembali spirit yang sempat padam di tengah- tengah dinamika kampus. Dan semoga moment ini bisa menjadi awal yang baik bagi saya untuk bangun dari tidur panjang dari dunia organisasi. Khususnya CDS Bantul. Sungguh skenario Allah sangat luar biasa. Saya tak habis pikir, betapa meruginya saya jika melewatkan agenda ini. Alhamdulillah Allah menuntun langkah kaki saya untuk tidak berhenti menjalankan roda dakwah. Meskipun awalnya sulit, jika kita mau mendengar hati nurani dan beraksi karena Allah, insyaallah semua akan berjalan dengan diiringi rahmat dan ridho-Nya. 

Aku, Kamu, dan Biru


IPK

Ritual enam bulanan bagi para mahasiswa telah terlewati. Ya, UAS telah usai sejak satu minggu yang lalu. Satu persatu nilai hasil belajar selama enam bulan telah muncul di portal akademik. Rasanya tak ingin berlama- lama menunggu nilai keluar, namun juga was- was untuk melihat nilai. Huft..., mau tak mau kita pun harus memberanikan diri menghadapi kenyataan. Dan apapun hasilnya harus mau menerima dengan lapang dada.
Jrenggg...jrenggg... Ya, Sebagian besar nilai sudah muncul. Antara lega dan kecewa berkolaborasi menghasilkan rasa yang sulit didefinisikan. Lega rasanya karena hasil yang sebelumnya diprediksikan akan berakhir dengan ujian ulang ternyata menjelma menjadi sebuah alfabet yang cantik. Bukan nilai yang sempurna memang. Tapi setidaknya tidak berakhir di ujian ulang. Dan kecewa datang kala teringat proses belajar yang belum bisa maksimal. 
Beragam peristiwa memang bagian dari skenario pembelajaran. Seharian ini trending topik di beranda facebook adalah hasil UAS. Ada sebagian teman yang menuliskan kekecewaan mereka di akun jarsos mereka. Ada pula yang bilang kalau nilai semester ini seperti merek sirup. Tapi tidak sedikit pula teman- teman yang menepis rasa kekecewaan mereka dengan saling memberikan suport via komentar facebook. Bahkan ada salah seorang teman yang menulis hal yang sangat indah berkaitan dengan fenomena nilai yang mirip merk sirup ini. Ia bilang bahwa IPK (indeks prestasi kumulatif) itu memang penting. Tapi lebih penting lagi 'Indeks Prestasi Keimanan'. Sebagus atau sesempurna apapun nilainya jika diperolehnya dengan cara yang salah, maka yang didapatkan hanya un-Berkah (alias tidak berkah).
Point pentig yang harus saya pelajari di sini adalah 'Belajar Bersyukur'. Meskipun IPK semester ini tidak sebaik semester kemarin, namun setidaknya sampai saat ini belum ada nilai yang mengindikasikan adanya ujian ulang ataupun mengulang kuliah di semester depan. Ya, apapun hasil finalnya nanti kita memang harus bersiap diri dan lebih lapang dada. Dan tentunya untuk mempersiapkan diri untuk berbenah di semester depan. Semangat...semangat...semangat... Aku & kamu pasti bisa... (^_^)/

Terimakasih Guruku



Pagiku cerahku
Matahari bersinar
Kugendong tas merahku di pundak

Selamat pagi semua
ku nantikan dirimu
di depan kelasmu
menantikan kami

Guruku tersayang
Guru tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku terimakasihku

Nyatanya diriku
Kadang buatmu marah
Namun segala maaf
Kau berikan

Turun Tangan

Hai, kawan...
Sejak beberapa hari lalu saya memikirkan sebuah inisiatif yang mungkin akan kalian sebut sebagai ide gila.
Saya ingin mengajak kalian melakukan suatu kegiatan di luar rutinitas kita.
Setiap kali saya melewati simpang empat Umbulharjo pada pukul 10an, disana pula saya sering menjumpai seorang bapak penjual koran yang menurut saya luarbiasa. Berbeda dengan penjual koran lainnya, ia selalu menjajakan koran- korannya di atas kursi roda buluk miliknya. Tangan kanannya dengan gesit membolak- balikkan roda kursi agar bisa menyusup di sela- sela pengguna jalan, sedangkan tangan kirinya berusaha memegang erat tumpukan koran yang sesekali ia letakkan di pangkuannya.Tak peduli panas terik, hujan badai, atau apapun itu rintangannya, ia selalu berusaha untuk menjalankan profesinya sebaik mungkin.
Oleh karena itu, saya ingin mengajak kalian untuk turun langsung ke jalan membantu bapak itu menjajakan korannya meskipun hanya sehari. Selain bisa meringankan pekerjaan sang bapak, harapannya kita juga bisa belajar ilmu hidup dengan pengalaman kita nanti. Belajar memposisikan diri menjadi orang dengan profesi yang seringkali dipandang sebelah mata. Belajar merasakan pahit getirnya orang tua mencari nafkah. Belajar merasakan betapa hidup memang harus diperjuangkan. Dan yang terpenting adalah belajar mensyukuri segala yang Tuhan beri pada kita.
Memang bukan hal besar yang bisa kita berikan. Namun, semoga usaha kecil nan sederhana kita ini setidaknya mampu melukiskan senyum semangat sang bapak. Serta mampu menumbuhkan keyakinan beliau bahwa masih banyak orang- orang yang peduli dan akan selalu membantunya.

Hidup di Raga yang Berbeda


Selamat pagi, harapan...

Pagi ini aku ingin mengutarakan keinginanku untuk mendonorkan mata dan organku.
Sudah beberapa tahun terakhir aku tertarik untuk mendaftarkan diri menjadi calon pendonor mata. Aku ingin bisa berbagi dengan siapapun. Aku ingin ketika aku telah tiada, apa yang ada pada diriku tetap dapat bermanfaat. Aku ingin ilmuku terus dapat diamalkan. Aku ingin mataku tetap bisa memandang indahnya semesta. Aku ingin jantungku tetap berdetak meskipun di tubuh yang berbeda. Aku ingin hatiku tetap hidup meskipun dalam raga yang tak sama. Aku ingin tulangku tetap bebas bergerak meski aku tak akan mampu mengikuti arahnya. Aku ingin segala yang ada pada diriku tetap hidup meskipu berada di raga yang berbeda. Aku ingin segala yang ada pada diriku dapat menolong sesama. 
Sekarang, aku masih menunggu waktu dan mencoba menggali informasi untuk mewujudkan keinginanku. Sembari mempersiapkan diri aku juga ingin menghiasi hidupku dengan amalan kebaikan. Agar mengalir darah yang menyejukkan bagi siapapun yang menerima organku nanti.
Teruntuk ibu, calon suami dan anak- anakku, bantu dan dukung aku mewujudkan keinginan ini...
Dengan penuh kasih Tuhan, aku berharap kita akan kembali dipersatukan di surga firdausy..

Berlayar


Saat kita telah memutuskan untuk berlayar, pastikan kita telah benar- benar tahu kemana arah dan tujuan kita, bagaimana cara kita mencapainya, dan dengan apa kita akan mencapainya.

You'll Find Someone Better In The Future ~ Untukmu yang berselimut kelabu


Selamat pagi, harapan...

Akhir- akhir ini kau seringkali menyembunyikan senyummu.
Matamu membengkak, hidungmu memerah, dan wajahmu tampak kusut.
Apakah kau baru saja menangis?
Apa yang kau tangisi?
Apa kau sedang kehilangan sesuatu ?
Apa sesuatu itu teramat berarti bagimu ?

(kau terus diam membisu)

Berulang kali aku bertanya padamu, "Apa kau baik- baik saja?"
Namun kau hanya menimpalinya dengan senyum tipis yang sangat berat.
Kau bilang, "Aku baik- baik saja."
Aku tak percaya kau baik- baik saja.
"Kau sedang putus cinta?"

Perlahan air matamu menetes.
Ya, kini aku tahu. Kau sedang putus cinta.

Kawanku...
Cobalah kau pandang semesta yang menghampar luas di depanmu.
Kau tahu? Semesta itu teramat sangat luas.
Kau tahu apa yang ada di sana?
Ya, disana tersimpan banyak sekali kejutan indah dari milyaran manusia.
Termasuk kejutan indah untukmu.
Apa kau akan melewatkannya begitu saja?
Ayolah, sambutlah ia dengan semangat baru.
Aku yakin saat kau menjelajah semesta nanti, aka kau temukan pengganti yang lebih baik atas kehilangan yang kau alami hari ini.
Kau akan menemukan senyum orang- orang yang mencintaimu.
Ayahmu, ibumu, keluargamu, sahabatmu, dan masih banyak lagi.
Dan tentu saja senyum seorang yang akan menyambutmu dengan penuh suka cita.
Ialah kekasihmu...Kekasih sejatimu...

Nilai Dedikasi

Selamat malam, harapan...
Malam ini aku ingin sedikit bercerita tentang UAS.

UAS. Sebuah alasan klasik bagi sebagian orang untuk mengurangi aktivitasnya di luar agenda belajar.
" Anterin ke dokter yuk...!" | "Aduh...maaf ya. Aku nggak bisa. Aku mau belajar buat UAS besok."
" Dek, bantu ibu antar barang ke tempat budhe ya." | "Maaf, Bu. Kalau lain kali saja bagaimana? Saya sedang konsentrasi untuk UAS."
" Nduk, tolong antar kakak ke kantor ya." | "Emm, gimana ya? Saya baru masa UAS nih, kak."

Dan tadi sore tiba- tiba saja handpone saya berdering tanda SMS masuk. Sebelum membukanya saya sudah menduga kalau SMS itu dari kaka saya atau kalu tidak ya dari tetangga saya.
Dan setelah dibuka, rupanya dugaan kedua saya benar adanya. SMS yang masuk dari salah seorang tetangga saya. Isi pesannya kurang lebih beliau meminta bantuan pada saya untuk menemani putrinya belajar malam ini.
Ragu. Mau dijawab 'bisa' atau 'maaf, tidak bisa'. Pasalnya besok pagi saya akan menghadapi UAS dan harus mempersiapkannya. Namun, tanpa berpikir panjang saya mengiyakan permintaannya. Sudah saya putuskan untuk menyisihkan waktu saya untuk menemani belajar dek Rias (putri tetangga saya). Saya ingat akan sebuah pesan moral yang tersampaikan melalui buku Aanak- anak Angin karya seorang pengajar muda alumni Indonesia Mengajar. Yaitu tentang nilai- nilai dedikasi. Melihat semangat belajar di hari pertama dek Rias belajar bersama saya beberapa hari yang lalu, rasanya sangat sadis dan meruginya saya jika mensia-siakan semangat belajar yang sedang mekar-mekarnya. Saya tidak ingin kehilangan momen serta pengalaman berharga saya hanya demi memenagkan ego saya. "UAS bukanlah sebuah alasan untuk tidak berbuat kebaikan." ,Begitulah pesan yang disampaikan oleh seorang kawan saya via facebook.

  1. "Berdedikasi selalu memberikan kepuasan yang tak pernah bisa dibayar dengan uang. Tak pernah bisa ditakar dengan apa pun. Dedikasi datang dari dalam diri dan hanya kita sendiri yang mampu menimbangnya: sejauh mana kita memberikan hati sepenuhnya pada apa yang kita pilih dan jalani." ~ Anak Anak Angin ~

    Ya Rabbi, bimbinglah dan beri kemudahan bagiku untuk dapat memberikan persembahan terbaik bagi sesama. Aamiin..

Pasti Bisa ^.^

Malam ini ditemani segelas kopi hangat aku ingin berusaha menjawab keresahanku.
Ya, sempat beberapa hari ini aku merasa hilang selera untuk berkawan dengan matematika. Padahal dua pekan kedepan aku harus memperjuangkan impianku di medan UAS. Kusadari sepenuhnya hilangnya selera itu karena aku belum mampu menemukan pola belajar yang menurutku menyenangkan. Sungguh, bukannya aku tak mau menahan lelahnya menuntut ilmu. Namun, dari sekian banyak proses belajar yang kujalani semester ini, rasanya belum ada seorang guru pun yang mampu menarik perhatianku. Belum ada sosok yang mampu mengubah persepsiku bahwa belajar itu menyenagkan, karena ilmu yang kita dapatkan akan kita abdikan untuk kehidupan di masa depan. Sejauh ini, sebagian besar guru yang kujumpai hanya mengajarkanku ilmu saja. Ya, hanya sebatas ilmu lima senti. Yang pol mentok hanya terhenti di otak kiri dan bermuara dengan IPK saja. Sungguh, bukan itu yang kumau. Selagi aku berstatus menjadi seorang mahasiswa, aku ingin memperkaya diriku dengan ilmu yang dikemudian hari dapat kubagikan pada anak didikku.
Hmm... Tapi tentu saja aku tak boleh terus menerus mengkambinghitamkan cara penyampaian guru sebagai penyebab menurunnya semangatku. Aku tahu, bahwa aku bukan lagi seorang anak kecil yang menggantungkan diri pada sang guru. Dan aku telah mampu menentukan mana yang baik ataupun tidak bagi diriku. Segala keputusan sepenuhnya ada di tanganku. Satu hal yang pasti dan harus kujalankan adalah "TERUS MAJU dan meyakini ada Allah yang akan selalu mengiringi langkahku."

Ya Rabbi, kuatkan langkahku untuk terus berjalan dan melaju untuk berusaha menyelami samudra ilmu-Mu.

Baiklah, malam ini akan kulanjutkan aktivitasku dengan berkawan bersama Kalkulus Integral. Dan semoga ujian esok hari akan lebih baik dari hari ini.
 (^.^)

Memurnikan Niat

Selamat malam, harapan...

Baru saja ponsel saya bergetar, tanda ada pesan masuk.
Saat dibuka ternyata pesan singkat itu dari salah seorang tetangga yang meminta bantuan untuk menemani putrinya belajar. Ya, sebelum- sebelumnya saya memang sering dimintai bantuan oleh beliau untuk membantu menemani belajar (ngeles) dek Rias, putrinya. Terutama pada waktu menjelang UTS ataupun UAS.
Sontak saya cukup kaget sekaligus senang. Kaget karena sekarang masih masa liburan. Dan tidak biasanya saya dimintai bantuan saat masa libur semester. Ditambah lagi dua pekan kedepan saya masih dalam masa UAS. Ya, UAS bagi saya adalah babak penentuan hasil belajar paling spektakuler setelah satu semester menjalani perkuliahan. Pasalnya pada masa-masa ini saya ingin 100% fokus pada persiapan UAS untuk mendongkrak nilai- nilai sebelumnya yang bisa dibilang masih belum cukup baik (menurut saya) karena tersibukkan oleh kegiatan di luar perkuliahan. Dan senangnya karena dengan begitu akan ada pemasukan finansial bagi saya sehingga bisa sedikit mengurangi beban ibu. Memang beberapa pekan terakhir kondisi keuangan sedang tidak setabil karena musim hujan menjadikan hasil penjualan es jus di rumah menurun. Sehingga, kami sekeluarga memang harus lebih prihatin agar kebutuhan pokok rumah tangga dapat terpenuhi. 
Namun saya jadi khawatir dengan niat saya mau menerima tawaran ngeles ini. Saya sangat takut jika niat utama saya justru hanya karena uang. Di sisi lain memang saya sedang membutuhkan pemasukan tambahan untuk keperluan kuliah. Padahal saya benar-benar ingin mengajar sebagai wujud pengabdian. Menjadi seorang pengajar muda adalah impian besar saya. Apa lagi yang bisa saya bagi untuk orang lain selain dengan ilmu ini, meskipun terbatas. Saya sangat berharap, semoga kepercayaan yang beliau (tetangga saya) berikan bisa menjadi sarana bagi saya untuk dapat belajar dan mempersiapkan diri menjadi seorang pengajar yang baik. 
Ya, Rabb... bantulah kami untuk memurnikan niat kami untuk mengabdi.

Pagi dan Tulisan Tebal tentang Mimpiku

Selamat pagi, harapan...
Selamat pagi, mutiaraku...

Rasanya pagi ini adalah pagi yang istimewa. Dalam ketenangan sudut ruang belajarku, pagi ini rasanya jari jemariku sangat ingin menuliskan sebuah refleksi. Entahlah aku akan memulai dari mana karena rasanya ada banyak hal yang ingin kuceritakan di sini. Tapi karena aku harus memilih, baiklah akan kuputuskan bahwa pagi ini aku ingin menuliskan hal yang dapata me-recharge kembali semangatku.

Awal 2014. Sebuah moment yang tepat bagi sebagian orang untuk kembali melanjutkan misi- misi mereka dalam meraih apa yang telah dicita-citakan. Termasuk aku. Setelah beberapa bulan dirundung sebuah kegelisahan akan hilangnya sebuah ambisi dalam diriku, kini saatnya aku mulai memantapkan diri dengan pilihanku.
Bagiku menjadi seorang guru dan pendidik adalah sebuah cita- cita mulia dengan multi manfaat. Dan itu lah yang menjadi pilihanku. Kini aku telah masuk ke dalam zona yang benar- benar akan mencetakku menjadi seorang sarjana pendidikan. Ya, kini aku adalah seorang mahasisiwi fakultas pendidikan di sebuah perguruan tinggi di kotaku. Menjadi guru adalah bagian dari impianku. Sering aku bermimpi untuk menjadi seorang guru atau pengajar muda yang ditugaskan untuk medidik anak- anak di pelosok negeriku. Ketika banyak orang yang berlomba- lomba untuk memperebutkan kursi nyaman di sekolah perkotaan, namun aku ingin menjadi kaum minoritas di dalamnya. Bukan bererti aku tak ingin hidup enak. Naluri manusia adalah selalu ingin berada dalam zona nyamannya. Bukan berarti pula aku ingin keluar dari zona nyaman. Namun aku ingin memperluas zona nyamanku tanpa batas. Aku ingin menjadi apapun yang aku mau. Aku ingin seperti bunglon yang pandai menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dan aku ingin pula seperti mata air yang selalu bisa memberikan kemanfaatan bagi siapa saja.
Berbicara tentang PNS(pegawai negeri sipil), banyak sekali orang- orang yang mengidam-imdamkan untuk bisa duduk di posisi nyaman itu. Bahkan tak sedikit orang tua yang berharap dan menyarankan anak- anaknya agar bisa menjadi seorang PNS. Sebagai calon guru, jika telah tiba masanya aku memasuki zona karier, aku tak ingin menjadi orang yang namanya hanya memenuhi deretan daftar pegawai negeri sipil tanpa ada kontribusi yang bererti bagi pembangunan negeriku. Aku hanya ingin mengabdi danberbagi. Hanya itulah mimpi terbesarku. Tak peduli seberapa banyak pundi- pundi yang akan masuk ke kantongku. Satu hal yang aku yakini, selama kau mau berkarya dan berusaha memberikan kemanfaatan bagi banyak orang, maka Allah pun tak akan salah menempatkan rizki-ku. Karena bagiku hidup tak akan bermakna jika hanya terisi dengan gemerlap materi. Bagiku, hidup akan jauh lebih bermakna dan berkualitas ketika kita mau berbagi dengan sesama.
Ya, kini telah kutulis tebal apa yang menjadi mimpiku. Dan aku harus tahu apa yang harus kulakukan untuk memperjuangkannya. 
Aku harus rajin belajar. Belajar tentang banyak hal yang dapat membantuku menyelami samudra kehidupan di masa depan.
Aku harus belajar akademik. Untuk memperkaya khazanah ilmuku dan menjadi seorang guru yang bermutu dan profesional di bidangnya.
Aku harus belajar ilmu agama. Untuk memanduku menapaki gelombang rintangan agar aku tak terjatuh.
Aku harus belajar ilmu kehidupan. Untuk membantuku menjadi sebaik- baik manusia yang bermanfaat.
Aku harus belajar.
Aku harus belajar.

Yang Selalu Terkenang

Masih ingatkah engkau saat pertama kali kita menghabiskan separuh malam dengan bersepeda menyusuri sepanjang jalan menuju rumahku? Kala itu kau bersikeras untuk menemani perjalanan pulangku. Kubilang padamu, "Tenang saja. Kau tak perlu khawatir padaku. Aku sudah terbiasa bersepeda sendiri." Kupikir kau akan percaya, namun kau bersikeras untuk mengawalkau hingga akhirnya kau benar- benar tak rela melepasku.
Perjalanan malam itu memang cukup melelahkan. Menerjang dinginnya angin malam sambil mengajakmu menyusuri gang- gang kecil di sudut kotaku. Aku tahu waktu itu kau sangat lelah. Mungkin karena kau tak terbisa berjalan jauh sepertiku. Saat tiba di rumah, aku hanya bisa menyuguhkanmu segelas teh hangat buatan ibuku. Tak tahu apa yang harus kubicarakan padamu waktu itu, karena bertemu denganmu adalah hal baru yang tak pernah kusangka sebelumnya. Ya, kala itu aku mencoba untuk tidak nampak kaku di depanmu. Tak ingin berlama- lama dalam kebisuan, akupun mengajakmu untuk kembali bersepeda menyusuri kampungku. Aku tahu mungkin ini akan cukup melelahkan, karena kau harus memboncengkanku lagi. Tapi lihat saja nanti, aku akan bertanggungjawab atas perbuatanku.
Berperan sebagai penumpang sekaligus penunjuk jalan, kuajak kau untuk menikmati suasana malam di pusat keramaian di desaku, sambil menikmati lezatnya nasi goreng kampung dan segelas es teh sebagai penghilang dahaga. Tanpa disadari, obrolan- obrolan hangat terucap begitu luwesnya seolah kita telah berteman lama. Kala itu kau bilang padaku, bahwa kau tak pernah menemukan orang seaneh diriku sebelumnya. Entahlah, apa maksudmu saat itu. Dan aku hanya bisa menimpalinya dengan senyum dan candaan yang kaku. Aku tak ingin terlalu besar kepala dengan intonasimu. Bagiku malam itu adalah malam terindah yang Tuhan anugerahkan kepadaku. Mengenal sosok sepertimu adalah hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Meskipun kedekatan itu tak bertahan lama, namun terimakasih telah menjadi warna pelangi di perjalananku.

Untukmu, yang akan selalu terkenang.